Saya benar-benar kaget saat mengetahui sekolah anak saya, SD-Al-Izhar, Makassar tiba-tiba ditutup paksa pada tanggal 28 Maret 2022 dan dinyatakan tidak bisa beroperasi lagi di gedung yang biasanya ditempati keesokan harinya. Bukan cuma saya tentunya. Ratusan orang tua siswa yang lain menjadi panik. Bagaimana nasib pendidikan anak tercinta kami ke depannya?
Di hari itu, tiba-tiba pemilik gedung yang ditempati yayasan melakukan pengusiran terhadap guru-guru, staf dan anak-anak yang sementara belajar. Tidak tanggung-tanggung, empat ekor anjing didatangkan ke sebuah sekolah yang berpredikat sekolah Islam. Pemilik gedung adalah orang non Islam yang pastinya sudah tahu betapa najisnya hewan ini bagi umat Islam. Ini terjadi beberapa hari setelah ujian tengah semester genap.
Saya ingat ada pribahasa yang berbunyi. “ Dua gajah berkelahi, planduk mati di tengah-tengah” Pihak yayasan dan pemilik gedung berkelahi, kami sebagai murid dan orang tua jadi korban? Hei, tunggu dulu! Kami bukan planduk. Kami tidak mau mati di tengah-tengah kalian yang bertengkar. Kata salah orang tua, “Ini bukan usaha laundry, kalau kalian yang berpartner berkonflik, langsung putus saja. Ini sekolah lho! Ada ratusan anak di sini yang nasib pendidikannya jadi terkatung-katung tidak jelas” Kami sebagai orang tua menolak dijadikan korban atas konflik pribadi kalian.
Maka segeralah muncul kegaduhan di grup WA orang tua siswa. Bermacam-macam komentar sumpah serapah bermunculan membuat saya juga ikut-ikutan “insecure”. Ini belum ujian penaikan kelas. Kalau sekolah berhenti di sini, anak-anak kami mau dibawa ke mana?
Kalau mau pindah sekolah segera, rasanya sulit mengingat beberapa pertimbangan.
Yang pertama, sekolah ini menganut kurikulum berbasis Cambridge yang tentunya mata pelajarannya beda dengan sekolah pada umumnya. Bagaimana mensinkronkan nilai-nilainya jika di sekolah lain punya mata pelajaran yang beda?
Yang kedua, biaya pindah sekolah sangat mahal di kantong kami yang pas-pasan. Rata-rata uang masuk sekolah swasta di atas 15 juta rupiah. Tidak semua orang tua mampu, termasuk saya. Yang ketiga, pindah sekolah bukanlah hal mudah bagi anak-anak. Anak saya termasuk pemalu. Sangat susah untuk beradaptasi di sekolah baru. Bisa-bisa dia jadi stres dan berpengaruh ke psikologisnya.
Saya menyekolahkan anak di sekolah swasta dengan beberapa pertimbangan. Anak saya sekolah TK 3 tahun di Jepang, dan saya merasa mungkin dokumen sekolah Jepang akan lebih susah diterima di sekolah negeri yang menuntut banyak persyaratan. Selain itu, sekolah swasta Islam bisa memberi tambahan ilmu agama yang lebih banyak kepada anak dibanding sekolah swasta. Memang sih jauh lebih mahal dibanding sekolah negeri. Tapi pastinya lebih banyak fasilitas tambahannya.
Selain fasilitas, resiko menyekolahkan anak di swasta juga ternyata banyak. Ya, termasuk kasus ini. Ketika orang tua siswa melapor ke dinas pendidikan, ternyata dinas menyatakan tidak bisa melindungi anak-anak sekolah swasta karena tidak berhak ikut campur dalam masalah yayasan. Dinas hanya bisa melindungi anak-anak sekolah negeri yang berada di bawah naungan mereka.
Sebenarnya sangat aneh, ketika yayasan harus minta izin ke dinas pendidikan untuk buat sekolah, tapi sebaliknya, dinas pendidikan tidak bisa melindungi pendidikan anak-anak di sekolah tersebut. Anak-anak sekolah swasta juga banyak yang berprestasi. Mereka juga adalah calon penerus bangsa ini. Begitu banyaknya sekolah swasta di negeri ini, berarti begitu banyak anak bangsa yang rentan terganggu pendidikannya. Kenapa itu tidak menjadi tanggung jawab dinas pendidikan?
Setelah tiga minggu terkatung-katung tidak jelas, yayasan akhirnya memutuskan untuk memindahkan sekolah ke Graha Pena, sebuah gedung perkantoran di tengah kota. Begitu banyak orang tua yang tidak setuju dengan lokasi ini dikarenakan faktor keamanan. Ketika sekolah bercampur dengan lingkungan orang dewasa, kemungkinan kasus kejahatan terhadap anak menjadi lebih besar.
Karena itu banyak yang mau memindahkan anaknya ke sekolah lain yang lebih memuaskan hati orang tua siswa, termasuk saya. Akan tetapi, kami masih menunggu turunnya kompensasi ganti rugi berupa pengembalian uang pangkal akibat peristiwa ini. Uang pangkal ini akan kami gunakan untuk mendaftar di sekolah lain.
Memang sih ada perjanjian kalau uang pangkal tidak bisa ditarik kembali kalau mengundurkan diri. Tapi ini kasusnya beda. Kami mau pindah bukan karena kesalahan kami. Kami pindah akibat kesalahan kalian sebagai yayasan.
Tampaknya pengembalian uang pangkal bukan hal yang akan mudah kami dapat karena yayasan terkesan mempersulit. Tapi kami akan terus berjuang. Kalau toh kalian nanti akan menang juga, kami tidak mau kalian menang mudah atas kami!
Makassar, Juni 2022